Sabtu, 07 Januari 2017

DETAIL ARSITEKTUR BERHUBUNGAN DENGAN IKLIM DI INDONESIA

RUMAH PORI-PORI
Arsitek Budi Pradono yang terkenal dengan arsitektur secondary skin-nya, mengatakan bahwa wujud karya-karyanya "dilapisi" oleh material atau bentuk lain sebagai kulit kedua, bukan semata-mata konsep estetika untuk menunjang tampilan bangunan tetapi wujud akhir karya-karyanya merupakan respons terhadap kondisi iklim, lingkungan setempat, atau respons terhadap kebutuhan penggunanya sendiri. Aspek fleksibilitas merupakan esensi utama pada desain kulit keduanya, termasuk pada bagian fasada.
Berbagai kulit dapat ditampilkan, seperti misalnya kulit yang berlubang-lubang untuk 'pernafasan' bangunan tropis, kulit yang berkarakter kuat untuk tampil sculptural, kulit yang bersahaja untuk tampil selaras dengan lingkungan, atau kulit yang bisa dibuka-tutup sesuai kebutuhan.
·       Contoh bangunan rumah berpori karya arsitek Budi Pradono






Pemilik rumah yang berlokasi di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, ini adalah pasangan suami istri Irwan Ahmett dan Tita Salina. Kedua desainer grafis itu membutuhkan sebuah rumah sekaligus kantor untuk studio grafis milik mereka Ahmett Salina.
Program ruang SOHO (Small Office Home Office) dipilih sebagai solusi memenuhi kebutuhan pemilik. Hasilnya dialog antara area domestik dan area kerja menjadi bagian penting dari rancangan rumah ini.

Desain dinding berpori pada saat ini mulai banyak diaplikasikan pada bangunan-bangunan modern. Dinding berpori sendiri dikenal sebagai dinding yang tidak terlalu massif namun memiliki lubang ataupun celah yang  berfungsi sebagai estetika baik sebagai pembentuk efek bayangan dalam interior maupun untuk mempercantik fasad luar bangunan.  Bila ditinjau dari sisi sains dan teknologi bangunan, fungsi dinding berpori berperan sebagai pencahayaan alami maupun penghawaan alami dalam bangunan.


Secara konsep, rumah ini dirancang memiliki kulit luar (secondary skin) berupa dinding berlubang yang berfungsi serupa pori-pori. Istimewanya dinding dibentuk dari komposisi potongan bambu yang disebutnya sebagai konsep dinding pori-pori.





Suasanan area kantor di lantai dasar terlihat dinding bambu sebagai kulit luar (secondary skin) dan pintu kaca sebagai kulit dalam bangunan. Suasana area kantor di lantai dasar terlihat dinding bambu sebagai kulit luar (secondary skin) dan pintu kaca sebagai kulit dalam bangunan. Kulit kedua berupa dinding dari potongan bambu yang disusun teratur saling menumpuk dari bawah hingga atap. Bambu dipilih sebagai material yang peka terhadap iklim. Potongan bambu dipasang tanpa paku tapi dipegang oleh kisi-kisi kayu horizontal yang mengapit di atas dan bawah.





Susunan bambu tidak rapat sehingga menghasilkan lubang-lubang yang dapat menembuskan cahaya dan angin ke dalam rumah. Ketika pintu kaca di bagian dalam dibuka, maka udara dapat mengalir dan rumah seolah bisa bernafas. Area dan kulit pertama bangunan cukup luas, sehingga bisa digunakan sebagai beranda atau area merokok.
Fasad dinding berlubang dari bambu yang berfungsi melancarkan sirkulasi udara sekaligus juga berfungsi sebagai pori-pori dan juga sebagai alat komunikasi visual bangunan dengan lingkungan.
Komunikasi visual rumah dan lingkungan diciptakan dengan adanya halaman depan yang luas sebagai ruang publik. Komunikasi visual rumah dan lingkungan diciptakan dengan cara memberikan halaman depan luas sebagai ruang publik. Menurut Budi, fasad (muka rumah) menjadi bagian yang sangat penting sebagai alat komunikasi dengan lingkungan. Menurutnya, ia ingin mempertahankan spirit lahan rumah yang sejak dulu dijadikan tempat bermain bola bagi anak-anak sekitar.




Untuk menyediakan privasi bagi area domestik, pembagian zona dieksekusi secara vertikal dan horizontal. Secara vertikal lantai dasar difungsikan untuk ruang-ruang kerja sebagai bagian dari kantor, sedangkan lantai atas untuk kamar tidur dan ruang duduk yang menjadi bagian dari rumah.
Secara horizontal ruang terbuka di bagian belakang yang berdampingan dengan taman menjadi area privat bagi penghuni. Sementara area terbuka bagi publik dilokasikan di halaman depan.
Bangunan dua lantai seluas 134,9 m2 di atas tanah 164 m2 ini seluruhnya menggunakan struktur baja, guna mempercepat proses pembangunan. Selain itu, dalam konteks visual struktur baja juga ditujukan untuk mengeksploitasi dinding rumah tetangga di sisi kiri dan kanan bangunan yang terlihat kokoh dan tinggi menjulang. Fisik bangunan ini terlihat seolah menjadi pengisi di antara bangunan lain

Atas konsep rumahnya ini, serta menguatkan kesan arsitektur yang berbagi itu, Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) mengapresiasi karya rumah tinggal ini sebagai pemenang IAI Award 2011 kategori hunian 0 – 200 m2.

ISU ARSITEKTUR BIOKLIMATIK

Isu pemanasan global sedang hangat-hangatnya. Bumi ini semakin panas, akibatnya terjadi  perubahan iklim global. Pembangunan gedung-gedunh dan kawasan perumahan semakin pesat. Yang memprihatinkan, sebagian besar program pembangunan itu tidak berwawasan lingkungan. Akibatnya, kerusakan lingkungan makin parah.
Arsitektur bioklimatik adalah suatu pendekatan yang mengarahkan arsitek untuk mendapatkan penyelesaian desain dengan memperhatikan hubungan antara bentuk arsitektur dengan lingkungannya dalam kaitanyan iklim daerah tersebut.

Contoh bangunan yang menerapkan Arsitektur Bioklimatik :

v  Gedung ACROS (Asian Crossroads Over The Sea) di kota Fukuoka, Jepang

CROS FUKUOKA ACROS Fukuoka dibuka pada bulan April 1995 ACROS (Asian Crossroads over the Sea) Fukuoka building terletak di kota Fukuoka, Jepang . Di satu sisi tampak seperti gedung perkantoran biasa berdinding kaca, namun di sisi lain memeiliki teras taman yang sangat besar. Selain mempunyai bentuk yang unik dan menarik, gedung ini merupakan contoh salah satu bangunan yang ramah dan tanggap terhadap lingkungan di sekitarnya. Gedung ini di desain sedemikian rupa mengingat terbatasnya ruang terbuka untuk penghijauan dan padatnya kota dengan bangunan -bangunan tinggi. Arsitek gedung ACROS Fukuoka adalah Emilio Ambasz & Associates berasal dari Argentina.


Gedung yang mempunyai ketinggian sekitar 60 meter ini layaknya seperti gedung pada umumnya yang biasa dihiasi dengan kaca, tetapi di sisi bagian belakang terlihat sebuah taman yang hijau dan luas dengan sekitar 35.000 tanaman, yaitu terdiri dari 115 jenis tumbuh - tumbuhan yang ditananam secara mencampur dan tersebar di bagian atap gedung. Dengan desain atap yang bertingkat menyerupai terasering ini, maka di setiap tingkatan atap yang ada dibangun sebuah taman.


Tujuannya untuk mereduksi konsumsi energi, sebab mampu menjaga suhu dalam gedung tetap kosntan dan nyaman, mengurangi panas yang ada di dalam gedung sehingga pemakaian AC tidak terlalu besar serta juga menyaring udara kotor yang ada di sekitar gedung. Pemakaian AC yang tidak terlalu besar akan menghemat energi, sehingga pemakaian energi listrik pada bangunan juga akan berkurang. Sistem roof garden pada gedung ini juga mampu digunakan sebagai penahan angin pada tiap-tiap lantai. Atap hijau juga dapat menyerap air hujan dan mendukung kehidupan sarang burung. Bangunan ini sukses di Jepang, gedung bertingkat ini dimanfaatkan oleh banyak orang di daerah untuk olah raga dan istirahat.




KESIMPULAN :
Gedung  ACROS dijepang merupakan bangunan hemat energi, gedung ACROS didesain ruangan terbuka ditengah padatnya kota. Dengan atap yang bertingkat maka di setiap tingkatan atap yang ada dibangun sebuah taman yang indah. Tujuannya tentu saja untuk mengurangi panas yang ada di dalam gedung sehingga pemakaian AC tidak terlalu besar serta juga menyaring udara kotor yang ada di sekitar.
Jelas bahwa arsitektur bioklimatik merupakan konsep yang dapat diandalkan dalam merancang bangunan hemat energi dan penyelesaian masalah pemanasan global. Maka tujuan dari arsitektur bioklimatik juga menghadirkan bangunan yang ramah lingkungan, sekaligus yaitu tercapainya standar kenyamanan bagi pemakai bangunan dan hemat energi.



ISSUE LINGKUNGAN ARSITEKTUR BAIK YANG BERHASIL MAUPUN YANG DIANGGAP GAGAL



Arsitek adalah seorang ahli dibidang ilmu arsitektur dan ahli lingkungan binaan. Seorang arsitek perlu memperhatikan lingkungan yang baru  menjadi  lingkungan yang layak dan pantas untuk seseorang melakukan suatu aktifitas sesuai dengan kebutuhan  dan memberikan rasa kenyamanan.
 Lingkungan arsitektur juga memanfaatkan keadaan dan kondisi alam tanpa merusak atau mengganggu lingkungan sekitar. Dasar-dasar ekologi arsitektur menjurus kepada penggunaan material hemat energi, penggunaan bahan-bahan yang ramah lingkungan, dan peka terhadap keadaan iklim. Sehingga tercipta sebuah desain yang bersifat go green. Arsitek harus memperbaiki suatu lingkungan atau justru merusak lingkungan yang dianggap arsitektur tersebut gagal, maka dari itu arsitek perlu memperhatikan 3 syarat utama yaitu :
  • ·       Firmitas

Firmitas yaitu kekuatan, kekokohan dan daya tahan sebuah karya arsitektur dan tahan terhadap gangguan apapun. Yang dimaksud adalah suatu karya tidak mudah runtuh terhadap angin, badai, ataupun gempa yang mengguncangnya.
  • ·       Utilitas

Utilitas yaitu kecocokan antara sebuah karya arsitektur ketika selesai dibangun dan tujuan pemakaiannya. Bisa juga disebut sebagai fungsi dalam penggunaan bangunan. Bangunan bisa dikatakan berhasil bila sarana penunjangnya juga baik dan fungsional. Dengan kata lain, karya arsitektur bisa dikatakan berfungsi jika arsitek tersebut sudah mengikuti ketentuan-ketentuan dan tata cara dalam peraturan yang sudah ada.
  • ·       Venustas

Venustas adalah salah satu syarat dalam pembangunan arsitektur menurut teori Vitruvius. Venustas ini mengartikan bahwa keindahan menjadi aspek penting dalam arsitek. Keindahan suatu bangunan dapat dirasakan melalui 5 indra kita, sehingga masyarakat dapat merasakan kehadiran arsitektur dalam suatu bangunan.

Kurangnya daya tanggap seorang arsitektur dalam 3 hal ini, mampu membuat dirinya gagal dalam merancang sesuatu. Contoh arsitektur lignkungan yang berhasil maupun yang dianggap gagal :

*     ISU PENERAPAN ARSITEKTUR LINGKUNGAN YANG BERHASIL


Kampus UMN Bangun Gedung Hemat Energi. Minggu, 9 September 2012 | 15:42 WIB
TANGERANG, KOMPAS.com  - Salah satu isu yang kini menjadi perbincangan dunia internasional adalah pemanasan global. Berbagai solusi tengah diperdebatkan demi mendapatkan jalan keluar untuk menghindari kerusakan bumi.

Beberapa langkah nyata dapat dilakukan. Salah satunya adalah dengan menghemat energi, baik energi yang dapat diperbarui maupun tidak.

Peresmian gedung New Media Tower di Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Sabtu (8/9/2012), misalnya, seakan menjawab tantangan perubahan iklim dan pemanasan global. Gedung terbaru milik UMN ini telah "dibekali" berbagai solusi sederhana dan efektif untuk menghemat energi.

"Banyak orang peduli terhadap keadaan lingkungan setelah kerusakan terjadi, padahal aksi nyata juga dapat dilakukan sebagai pencegahan sebelum kerusakan itu muncul. Salah satu yang kita terapkan adalah melalui pembangunan New Media Tower ini. Ini sebagai langkah nyata penghematan energi," Ketua Yayasan UMN Teddy Surianto kepada Kompas.com.

New Media Tower merupakan gedung dengan rancangan passive energy. Rancangan ini adalah rancangan yang tidak memerlukan pemanas atau pendingin mekanis. Bangunan secara pasif dirancang untuk memanfaatkan iklim sekeliling untuk menjaga kenyamanan di dalam gedung.

Adapun bentuk rancangan passive energy ini ada pada penggunaan double skin, yaitu merupakan "kulit kedua" yang melapisi gedung sehingga sinar matahari tidak langsung "menghantam" gedung ini. Adanya "kulit kedua" pada bagian terluar gedung ini juga mengurangi jumlah cahaya matahari yang dapat masuk ke dalam gedung.

"Kulit kedua" tersebut terbuat dari lembaran aluminium yang diberi lubang sebanyak 50 persen dari luasan kulit. Lubang-lubang yang ada pada lembaran ini telah dirancang agar dapat memberikan cahaya matahari yang seimbang sepanjang hari.

Selain itu, dengan lubang ini, bukan hanya sinar matahari dapat masuk, namun juga angin. Dengan demikian, bagian luar kelas dan lorong-lorong tidak membutuhkan pendingin udara. Sirkulasi udara segar pun lancar dan sangat baik.


Hemat lebih dari 49 persen

Perancang gedung New Multimedia Tower, Budiman Hendropurnomo, mengatakan, bahwa konsumsi energi terbesar dari sebuah gedung berasal dari pendingin udara (AC). Untuk itulah, dengan melapisi kulit alumunium berlubang, AC hanya diperlukan dalam ruang-ruang kelas. Selebihnya, sirkulasi udara terjadi secara alami.

Dalam keadaan normal, sedikitnya sinar matahari yang masuk juga akan membuat ruangan kelas bersuhu cukup rendah. Kinerja AC akan menjadi lebih ringan. AC tidak harus "bersaing" dengan teriknya sinar matahari dan energi yang diperlukan juga lebih sedikit.

"Bahkan, dalam kasus tertentu, gedung ini bisa tidak mengunakan energi sama sekali. Sinar matahari dapat menjadi penerang. Jendela jungkit dibuka agar sirkulasi udara terjaga. Tanpa lampu, tanpa pendingin udara," kata Budiman.

Dibandingkan dengan bangunan lain tanpa teknologi ramah lingkungan, Budiman mengungkapkan, New Media Tower dapat menghemat energi sampai 49 persen. Selain itu, di dalam gedung ini juga telah dipasang sistem saluran gas. Dengan demikian, akan lebih banyak lagi penghematan energi dapat dilakukan setelah memanfaatkan gas sebagai sumber energi.

Ia mengatakan, hadirnya New Multimedia Tower bukan tujuan akhir yang ingin dicapai UMN. Gedung ini adalah satu dari rencana enam bangunan hemat energi yang akan dibangun oleh kampus tersebut. Rencananya, seluruh gedung akan berdiri pada 2028 mendatang. Budiman memastikan, semua gedung yang akan dibangun dalam kompleks Kampus UMN nantinya merupakan gedung ramah lingkungan dan hemat energi.

Kesimpulan : gedung UMN ini termasuk dalam salah satu penerapan arsitektur lingkungan yang berhasil. Dimulai dengan permasalahan perubahan iklim dan global sehingga terciptalah konsep bangunan hemat energi. Selain memiliki keindahan bentuk pada bangunan, bangunan UMN dirancang memanfaatkan iklim dengan rancangan passive energi yaitu lapisan kedua yang dapat mengurangi cahaya matahari masuk sehingga pada dalam bangunan tidak merasa panas namun pada lapisan tersebut juga terdapat lubang-lubang agar sirkulasi udara segar pun lancar dan sangat baik sehingga lorong-lorong kelas tidak memerlukan pendingin, pencahayaanpun juga berasal dari matahari. selain menciptakan kenyamanan bangunan UMN memanfaatkan energi alam sehingga menghemat biaya pengeluaran hingga 49%.


   ISU PENERAPAN ARSITEKTUR LINGKUNGAN YANG TIDAK BERHASIL

Pembangunan Hotel Dan Mal di Yogyakarta Merusak Lingkungan. Mengapa?
April 29, 2015 Tommy Apriando, Yogyakarta

Pembangunan hotel dan mal yang semakin marak dalam beberapa tahun terakhir di Daerah Istimewa Yogyakarta, ternyata membawa dampak buruk bagi lingkungan. Dalam diskusi Jogja Sold Out di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Gajah Mada, Rabu, (22/04/2015), warga Miliran, Kota Yogyakarta, Dodok Putra Bangsa mencontohkan sejak pendirian Fave Hotel, sumur warga Miliran mengering.

“Sumur-sumur warga mengalami kekeringan sejak muncul hotel tersebut. Kami jadi korban pembangunan Fave Hotel. Sejak beroperasi 2012 silam sumur warga jadi kering. Padahal sejak saya hidup disini dan kecil sumur tidak pernah kering meski musim kemarau,” kata aktivis gerakan Jogja Asat itu.

Dinas Energi dan Sumber Daya Alam mengatur pengambilan air tanah minimal berkedalaman 40 – 60 meter, sehingga tidak mengganggu air dangkal warga.

Berdasar data PHRI, ada 68 hotel berbintang dengan 7500 kamar,  ada 1010 hotel non bintang/melati berjumlah 13.000 kamar, sehingga total ada 20.500 kamar. Pembangunan hotel membawa dampak ekonomi berupa peluang pekerjaan dan mendukung pariwisata.

“PHRI ada kewenangan untuk memonitor hotel-hotel terkait. Menegur dan memperingatkan dan rata-rata hotel yang bersertifikat sudah memiliki manajemen air yang baik,” kata Istijab.

Manajemen air yang tidak baik di hotel akan berpotensi mengurangi kualitas air dari minum jadi air bersih.  Pengelolaan limbah hotel yaitu limbah air, sampah, tinja, juga perlu dicek apakah sesuai dengan kebutuhannya.

KESIMPULAN : Hotel dan mall di Jogjakarta diperkirakan masuk kedalam salah satu kekurang telitian arsitek, sebagai arsitek tentu harus mengetahui keadaan dan lingkungan lokasi bangunan yang akan dibangun. Walaupun arsitek tersebut membangunan bangunan yang bagus namun perletakan lokasi yang tidak sesuai akan merusak lingkungan sekitar bahkan dapat merugikan banyak orang.