Sabtu, 07 Januari 2017

ISSUE LINGKUNGAN ARSITEKTUR BAIK YANG BERHASIL MAUPUN YANG DIANGGAP GAGAL



Arsitek adalah seorang ahli dibidang ilmu arsitektur dan ahli lingkungan binaan. Seorang arsitek perlu memperhatikan lingkungan yang baru  menjadi  lingkungan yang layak dan pantas untuk seseorang melakukan suatu aktifitas sesuai dengan kebutuhan  dan memberikan rasa kenyamanan.
 Lingkungan arsitektur juga memanfaatkan keadaan dan kondisi alam tanpa merusak atau mengganggu lingkungan sekitar. Dasar-dasar ekologi arsitektur menjurus kepada penggunaan material hemat energi, penggunaan bahan-bahan yang ramah lingkungan, dan peka terhadap keadaan iklim. Sehingga tercipta sebuah desain yang bersifat go green. Arsitek harus memperbaiki suatu lingkungan atau justru merusak lingkungan yang dianggap arsitektur tersebut gagal, maka dari itu arsitek perlu memperhatikan 3 syarat utama yaitu :
  • ·       Firmitas

Firmitas yaitu kekuatan, kekokohan dan daya tahan sebuah karya arsitektur dan tahan terhadap gangguan apapun. Yang dimaksud adalah suatu karya tidak mudah runtuh terhadap angin, badai, ataupun gempa yang mengguncangnya.
  • ·       Utilitas

Utilitas yaitu kecocokan antara sebuah karya arsitektur ketika selesai dibangun dan tujuan pemakaiannya. Bisa juga disebut sebagai fungsi dalam penggunaan bangunan. Bangunan bisa dikatakan berhasil bila sarana penunjangnya juga baik dan fungsional. Dengan kata lain, karya arsitektur bisa dikatakan berfungsi jika arsitek tersebut sudah mengikuti ketentuan-ketentuan dan tata cara dalam peraturan yang sudah ada.
  • ·       Venustas

Venustas adalah salah satu syarat dalam pembangunan arsitektur menurut teori Vitruvius. Venustas ini mengartikan bahwa keindahan menjadi aspek penting dalam arsitek. Keindahan suatu bangunan dapat dirasakan melalui 5 indra kita, sehingga masyarakat dapat merasakan kehadiran arsitektur dalam suatu bangunan.

Kurangnya daya tanggap seorang arsitektur dalam 3 hal ini, mampu membuat dirinya gagal dalam merancang sesuatu. Contoh arsitektur lignkungan yang berhasil maupun yang dianggap gagal :

*     ISU PENERAPAN ARSITEKTUR LINGKUNGAN YANG BERHASIL


Kampus UMN Bangun Gedung Hemat Energi. Minggu, 9 September 2012 | 15:42 WIB
TANGERANG, KOMPAS.com  - Salah satu isu yang kini menjadi perbincangan dunia internasional adalah pemanasan global. Berbagai solusi tengah diperdebatkan demi mendapatkan jalan keluar untuk menghindari kerusakan bumi.

Beberapa langkah nyata dapat dilakukan. Salah satunya adalah dengan menghemat energi, baik energi yang dapat diperbarui maupun tidak.

Peresmian gedung New Media Tower di Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Sabtu (8/9/2012), misalnya, seakan menjawab tantangan perubahan iklim dan pemanasan global. Gedung terbaru milik UMN ini telah "dibekali" berbagai solusi sederhana dan efektif untuk menghemat energi.

"Banyak orang peduli terhadap keadaan lingkungan setelah kerusakan terjadi, padahal aksi nyata juga dapat dilakukan sebagai pencegahan sebelum kerusakan itu muncul. Salah satu yang kita terapkan adalah melalui pembangunan New Media Tower ini. Ini sebagai langkah nyata penghematan energi," Ketua Yayasan UMN Teddy Surianto kepada Kompas.com.

New Media Tower merupakan gedung dengan rancangan passive energy. Rancangan ini adalah rancangan yang tidak memerlukan pemanas atau pendingin mekanis. Bangunan secara pasif dirancang untuk memanfaatkan iklim sekeliling untuk menjaga kenyamanan di dalam gedung.

Adapun bentuk rancangan passive energy ini ada pada penggunaan double skin, yaitu merupakan "kulit kedua" yang melapisi gedung sehingga sinar matahari tidak langsung "menghantam" gedung ini. Adanya "kulit kedua" pada bagian terluar gedung ini juga mengurangi jumlah cahaya matahari yang dapat masuk ke dalam gedung.

"Kulit kedua" tersebut terbuat dari lembaran aluminium yang diberi lubang sebanyak 50 persen dari luasan kulit. Lubang-lubang yang ada pada lembaran ini telah dirancang agar dapat memberikan cahaya matahari yang seimbang sepanjang hari.

Selain itu, dengan lubang ini, bukan hanya sinar matahari dapat masuk, namun juga angin. Dengan demikian, bagian luar kelas dan lorong-lorong tidak membutuhkan pendingin udara. Sirkulasi udara segar pun lancar dan sangat baik.


Hemat lebih dari 49 persen

Perancang gedung New Multimedia Tower, Budiman Hendropurnomo, mengatakan, bahwa konsumsi energi terbesar dari sebuah gedung berasal dari pendingin udara (AC). Untuk itulah, dengan melapisi kulit alumunium berlubang, AC hanya diperlukan dalam ruang-ruang kelas. Selebihnya, sirkulasi udara terjadi secara alami.

Dalam keadaan normal, sedikitnya sinar matahari yang masuk juga akan membuat ruangan kelas bersuhu cukup rendah. Kinerja AC akan menjadi lebih ringan. AC tidak harus "bersaing" dengan teriknya sinar matahari dan energi yang diperlukan juga lebih sedikit.

"Bahkan, dalam kasus tertentu, gedung ini bisa tidak mengunakan energi sama sekali. Sinar matahari dapat menjadi penerang. Jendela jungkit dibuka agar sirkulasi udara terjaga. Tanpa lampu, tanpa pendingin udara," kata Budiman.

Dibandingkan dengan bangunan lain tanpa teknologi ramah lingkungan, Budiman mengungkapkan, New Media Tower dapat menghemat energi sampai 49 persen. Selain itu, di dalam gedung ini juga telah dipasang sistem saluran gas. Dengan demikian, akan lebih banyak lagi penghematan energi dapat dilakukan setelah memanfaatkan gas sebagai sumber energi.

Ia mengatakan, hadirnya New Multimedia Tower bukan tujuan akhir yang ingin dicapai UMN. Gedung ini adalah satu dari rencana enam bangunan hemat energi yang akan dibangun oleh kampus tersebut. Rencananya, seluruh gedung akan berdiri pada 2028 mendatang. Budiman memastikan, semua gedung yang akan dibangun dalam kompleks Kampus UMN nantinya merupakan gedung ramah lingkungan dan hemat energi.

Kesimpulan : gedung UMN ini termasuk dalam salah satu penerapan arsitektur lingkungan yang berhasil. Dimulai dengan permasalahan perubahan iklim dan global sehingga terciptalah konsep bangunan hemat energi. Selain memiliki keindahan bentuk pada bangunan, bangunan UMN dirancang memanfaatkan iklim dengan rancangan passive energi yaitu lapisan kedua yang dapat mengurangi cahaya matahari masuk sehingga pada dalam bangunan tidak merasa panas namun pada lapisan tersebut juga terdapat lubang-lubang agar sirkulasi udara segar pun lancar dan sangat baik sehingga lorong-lorong kelas tidak memerlukan pendingin, pencahayaanpun juga berasal dari matahari. selain menciptakan kenyamanan bangunan UMN memanfaatkan energi alam sehingga menghemat biaya pengeluaran hingga 49%.


   ISU PENERAPAN ARSITEKTUR LINGKUNGAN YANG TIDAK BERHASIL

Pembangunan Hotel Dan Mal di Yogyakarta Merusak Lingkungan. Mengapa?
April 29, 2015 Tommy Apriando, Yogyakarta

Pembangunan hotel dan mal yang semakin marak dalam beberapa tahun terakhir di Daerah Istimewa Yogyakarta, ternyata membawa dampak buruk bagi lingkungan. Dalam diskusi Jogja Sold Out di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Gajah Mada, Rabu, (22/04/2015), warga Miliran, Kota Yogyakarta, Dodok Putra Bangsa mencontohkan sejak pendirian Fave Hotel, sumur warga Miliran mengering.

“Sumur-sumur warga mengalami kekeringan sejak muncul hotel tersebut. Kami jadi korban pembangunan Fave Hotel. Sejak beroperasi 2012 silam sumur warga jadi kering. Padahal sejak saya hidup disini dan kecil sumur tidak pernah kering meski musim kemarau,” kata aktivis gerakan Jogja Asat itu.

Dinas Energi dan Sumber Daya Alam mengatur pengambilan air tanah minimal berkedalaman 40 – 60 meter, sehingga tidak mengganggu air dangkal warga.

Berdasar data PHRI, ada 68 hotel berbintang dengan 7500 kamar,  ada 1010 hotel non bintang/melati berjumlah 13.000 kamar, sehingga total ada 20.500 kamar. Pembangunan hotel membawa dampak ekonomi berupa peluang pekerjaan dan mendukung pariwisata.

“PHRI ada kewenangan untuk memonitor hotel-hotel terkait. Menegur dan memperingatkan dan rata-rata hotel yang bersertifikat sudah memiliki manajemen air yang baik,” kata Istijab.

Manajemen air yang tidak baik di hotel akan berpotensi mengurangi kualitas air dari minum jadi air bersih.  Pengelolaan limbah hotel yaitu limbah air, sampah, tinja, juga perlu dicek apakah sesuai dengan kebutuhannya.

KESIMPULAN : Hotel dan mall di Jogjakarta diperkirakan masuk kedalam salah satu kekurang telitian arsitek, sebagai arsitek tentu harus mengetahui keadaan dan lingkungan lokasi bangunan yang akan dibangun. Walaupun arsitek tersebut membangunan bangunan yang bagus namun perletakan lokasi yang tidak sesuai akan merusak lingkungan sekitar bahkan dapat merugikan banyak orang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar