Selasa, 28 Mei 2019

BANGUNAN KOLONIAL DI KOTA TANGERANG (Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang)

Kota Tangerang adalah sebuah kota yang terletak di Tatar Pasundan Provinsi Banten, Indonesia. Kota Tangerang juga memiliki peninggalan warisan pada masa penjajahan. Tangerang merupakan bagian dari wilayah Batavia.   Ada sembilan bangunan yang masuk dalam cagar budaya di Kota Tangerang  Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang merupakan salah satu bangunan kolonial Belanda yang dibangun pada masa pemerintahan Belanda. Bangunan ini dibangun atas dasar untuk memenjarakan orang-orang keturunan Belanda yang dianggap dapat membahayakan pemerintahan kolonial Belanda. Dalam perkembangannya Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang ini tidak hanya digunakan untuk memenjarakan anak-anak keturunan Belanda usia dibawah 20 tahun, akan tetapi juga anak-anak pribumi dipenjarakan di sini.

1.     SEJARAH
Ada tiga lembaga pemasyarakatan yang statusnya saat ini sudah dilindungi undang-undang sebagai cagar budaya di Kota Tangerang. Salah satunya adalah Lapas Anak Pria yang terletak di Jalan Daan Mogot No. 29C, Kota Tangerang, lapas ini dibangun pada 1925. Tahun 1934 pengelolaan Lapas ini diserahkan kepada Pro Juventute untuk mengasingkan anak keturunan Belanda yang berbuat nakal. Pada tahun 1945 berubah menjadi Markas Resimen IV Tangerang. Pada tahun 1957 – 1961, pengelolaan berganti kepada Jawatan Kepenjaraan, yang kemudian berubah menjadi pendidikan negara. Tahun 1964 hingga saat ini, pengelolaan bangunan diserahkan kepada Direktorat Jenderal Permasyarakatan dengan nama Lembaga Permasyarakatan Anak Pria. Makna yang diambil dari Lapas Anak Pria Tangerang adalah mengajarkan arti penting moral sebagai benteng sikap, perilaku dan pergaulan. Bahwasanya bila semua di lakukan dengan salah maka akan berakibat untuk diri sendiri.

2.     ARSITEKTUR
Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang yang dibangun dengan gaya arsitektur campuran yaitu gaya arsitektur lokal dengan gaya arsitektur modern yang memberikan keindahan bentuk, struktur atau ornamen-ornamen yang khas. Hal tersebut dapat dilihat dari bentuk bangunan secara keseluruhan seperti bentuk pintu, jendela, tiang, atap, dinding, lantai, dan ventilasi udara.  Bentuk-bentuk tersebut yang menjadi ciri khas bangunan pada masa kolonial Belanda yang dapat mewakili bentuk arsitektur pada masanya. Sampai saat ini belum terdapat bangunan yang menyerupai bangunan Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang, maka dalam hal itu bangunan Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang dapat dikatakan sebagai bangunan langka yang hanya terdapat di Kota Tangerang

3.     KONDISI BANGUNAN


Bangunan Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang berada pada tanah milik negara dengan luas 12.150 m² dengan luas bangunan 3.350 m² dengan kapasitas hunian 220 anak. Secara umum, bentuk bangunan yang ada saat ini masih seperti ketika pertama dibangun. Desain bangunan masih belum berubah Bagian pintu dan jendela bangunan Lapas belum banyak berubah kecuali pada pintu masuk utama yang sudah mengalami pergantian bahan dan bentuk. Bagian kusen jendela dan pintu pada bangunan lamanya berukuran besar. Setiap kusen pintu dan jendela diberi teralis. Perubahan material bangunan banyak dilakukan pada bagian genteng, pintu masuk utama, dan beberapa lantai ruangan. Setiap bangunan penjara yang berada di tengah dikelilingi oleh pagar besi. pada tahun 2010 bangunan ini menambahkan sarana peribadatan dan olahraga di sisi barat dan timur bangunan tahanan. Bangunan ini juga sudah mendapatkan perawat atau perbaikan karena kondisi bangunan lama ini mengalami pelapukan karena dimakan usia yang menyebabkan terjadi perubahan pada dinding menjadi berjamur, berbau dan plester terkelupas.

4.     PROGRAM PEMERINTAH
Ada sembilan cagar budaya memiliki nilai sejarah yang sangat penting di Kota Tangerang. Bangunan Lembaga Pemasyrakatan masuk dalam cagar budaya di Kota Tangerang yang telah disahkan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Serang (BP3S) dan kemudian Pemerintah Kota Tangerang menguatkannya dengan Keputusan Walikota No 430/kep.337- Disporbudpar/2011 tertanggal 25 Agustus 2011. Pemkot terus melakukan penataan agar memberikan kenyamanan kepada pengunjung yang datang.

5.     HASIL KONSERVASI
Keberadaan Bangunan Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang menambahkan sisi jejak peninggalan budaya yaitu sejarah Kota Tangerang pada masa kolonial Belanda. Pemerintah sudah cukup baik untuk memelihara Bangunan Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang  yang memiliki ini nilai history dan menjadikan bangunan tersebut menjadi cagar budaya.

Namun sayangnya tidak banyak masyarakat yang mengetahui keberadaan Cagar Budaya tersebut, baik masyarakat luar Kota Tangerang, maupun masyarakat Kota Tangerang itu sendiri. Seharusnya situs peninggalan Belanda ini diturunkan dan dilestarikan ke generasi berikutnya agar dapat berkembang dan  bisa memajukan Kota Tangerang.

Untuk langkah selanjutnya pemerintah seharusnya melakukan upaya sosialisasi kembali mengenai Cagar Budaya di Kota Tangerang ini, dengan cara memberikan informasi yang dibutuhkan masyarakat Kota Tangerang agar masyarakat lebih mengenal Cagar Budaya di kotanya sendiri karena pelestarian bangunan ini juga perlu pemahaman kepada masyarakat sekitar tentang bagaimana cara melakukan perlindungan serta pelestarian bangunan. Bukan hanya pemerintah saja yang bertindak, tetapi masyarakat juga perlu melakukan tindakan untuk peduli dengan cagar budaya yang ada di kota Tangerang ini. Sehingga timbul kesadaran masyarakat akan pentingnya sejarah serta menimbulkan rasa peduli hingga akhirnya ingin melestarikannya.

6.     PELUANG
a.     Ilmu Pengetahuan Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang memiliki nilai bangunan sejarah yang penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan seperti:
·       Dapat mempelajari ilmu tentang penataan Kota Tangerang dan kehidupan sosial masa pemerintahan kolonial Belanda.
·       Dapat mempelajari sejarah perkembangan Kota Tangerang dan sejarah didirikannya bangunan tersebut dan
·       Dapat mempelajari  pola arsitektur yang dapat dikaji karena memiliki nilai keindahan tertentu.

b.     Gedung Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang memiliki peluang yang cukup tinggi dalam hal mengoptimalkan fungsi dalam bidang pendidikan. Memberikan pengenalan terhadap pelajar tentang sejarah berdirinya gedung Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang, seni arsitektur kolonial Belanda dan perkembangan Kota Tangerang.

c.      Bangunan bersejarah tentu memiliki daya tarik tersendiri bagi peminat sejarah dan budaya pada masa lalu. Hal demikian dapat dikembangkan bagi pertumbuhan perekonomian Kota Tangerang yaitu dengan cara menarik wisatawan dengan memperkenalkan wisata sejarah dan budaya Kota Tangerang


Sumber :

Minggu, 26 Mei 2019

Bangunan Cagar Budaya di Kota Tangerang


Tangerang dikenal sebagai kota industri, jasa dan perdagangan, tangerang juga memiliki cagar budaya yang menjadi saksi perjalanan sejarah penduduk luar daerah dalam berdagang, menyebarkan ajaran islam hingga terciptanya toleransi antar umat beragama yang hingga kini terus terjalin. Melalui program Tangerang Layak Dikunjungi, Pemkot Tangerang melakukan penataan cagar budaya dan mengenalkan potensi wisata lainnya kepada masyarakat luas.
Ada sembilan bangunan yang masuk dalam cagar budaya di Kota Tangerang yang telah disahkan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Serang (BP3S) dan kemudian Pemerintah Kota Tangerang menguatkannya dengan Keputusan Walikota No 430/kep.337- Disporbudpar/2011 tertanggal 25 Agustus 2011.

Sembilan bangunan kuno yang disahkan oleh BP3S sebagai bangunan cagar budaya adalah :

1.      Masjid Kali Pasir
d

Masjid ini berada di Jl. Raya Merdeka No.1, Sukajadi, Kec. Karawaci, Kota Tangerang. Masa  pembangunan  masjid berkisar   antara   tahun   1600-1700-an   awal masehioleh   ulama   Kerajaan Padjajaran  yang  transit  di  daerah yang  saat  itu bernama Tangeran. Tindakan konservasi hanya terfokus pada fungsi asalnya, namun saat ini berbagai kerusakan dan penambahan  detail  pada  elemen  arsitektural  masjid  kerap  ditemukan  dan  kurang  diperhatikan.

2.      Kelenteng Boen San Bio

Klenteng Boen San Bio terletak di Jalan K.S. Tubun No. 43 Desa Pasar Baru, Kota Tangerang. Berdiri di atas lahan seluas 4.650 m2. Klenteng Boen San Bio dibangun oleh pedagang asal Tiongkok yang bernama Lim Tau Koen. Klenteng ini dibangun sebagai tempat untuk menempatkan patung Dewa Bumi. Klenteng ini mengalami beberapa kali renovasi dan pemugaran. Saat ini klenteng digunakan sebagai tempat sembayang dan masih sangat ramai dan terawat.

3.      Kelenteng Boen Tek Bio

Klenteng Boen Tek Bio terletak di jalan Bhakti No, 14, Kelurahan Sukasari, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang, Provinsi Banten. Klenteng Boen Tek Bio diperkirakan berdiri sekitar tahun 1684. Nama “Boen Tek Bio” memiliki arti secara harfiah, yaitu Boen (benteng), Tek (Kebajikan), dan Bio (rumah ibadah). Kelenteng Boen Tek Bio menjadi kuil tertua di Koata Tangerang dan masih difungsikan sebagai tempat sembayang.

4.      Bendungan Pintu Sepuluh

Terletak di Kelurahan Koang Jaya, Kecamatan Karawaci, Tangerang. Bendungan ini di bangun tahun 1928 dan mulai di oprasikan tahun 1928 dan mulai di oprasikan tahun 1932 di masa penjajahan Belanda. Sampai saat ini masih berfungsi sebagai bendungan untuk mengatur aliran air di sungai cisadane.

5.      Lapas Anak Pria

Berada di jalan Daan Mogot No. 29 C, kota Tangerang, Provinsi Banten. Lapas anak pria Tangerang dibangun pada masa Hindia Belanda pada tahun 1925.Tahun 1934 pengelolaan Lapas ini diserahkan kepada Pro Juventute untuk mengasingkan anak keturunan Belanda yang berbuat nakal. Pada tahun 1945 berubah menjadi Markas Resimen IV Tangerang. Pada tahun 1957 – 1961, pengelolaan berganti kepada Jawatan Kepenjaraan, yang kemudian berubah menjadi pendidikan negara. Tahun 1964 hingga saat ini, pengelolaan bangunan diserahkan kepada Direktorat Jenderal Permasyarakatan dengan nama Lembaga Permasyarakatan Anak Pria.

6.      Lapas Anak Wanita

Terletak di Jalan Daan Mogot No. 28 C Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang, Provinsi Banten. Tahun 1928 bangunan ini didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk pengasingan anak-anak Indo Belanda yang melakukan kenakalan/pelanggaran dan pengelolanya oleh Yayasan LOG dan mengalami beberapakali perubahan sampai tahun 1964 menjadi LAPAS Anak Wanita Tangerang hingga saat ini.

7.      Lapas Pemuda 2 A

Berada di Jl. Lp Pemuda No.1, Buaran Indah, Kec. Tangerang, Kota Tangerang. Bangunan Lapas Klas IIA Pemuda Tangerang dibuat pada tahun 1924 dan diselesaikan pada tahun 1927. Dibangun pada masa kolonial Belanda yang berfungsi sebagai memenjarakan pemuda Belanda dan pribumi. Pada tahun 1942-1945 pada masa penjajahan Jepang, difungsikan sebagai tempat pelaksana pidana. Ketika jepang mundur dan belanda menguasainya lagi, bangunan ini difungsikan sebagai penampungan pengungsian china pedalaman. Tanggal 16 Desember 1983 ditetapkan sebagai Rumah Tahanan Negara.

8.      Benteng Heritage

Bangunan tua ini dulunya ditempati oleh masyarakat sekitar. Pada tahun 2009 dilakukan proses restorasi untuk mengembalikan kondisi bangunan seperti semula. Proses ini memakan waktu selama dua tahun. Saat ini Museum Benteng Heritage berfungsi sebagai museum peranakan Tionghoa pertama dan satu-satunya di Indonesia.

9.       Stasiun Kereta

Terletak di Jalan Ki Asnawi, Kelurahan Pasar Anyar, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang.  Bangunan stasiun ini telah mengalami banyak perubahan termasuk dalam bentuk bangunan karena pernah mengalami kebakaran pada tahun 2000an di sisi timur. Bagian yang masih tampak asli tampak pada beberapa jendela, pintu dan kisi-kisi bangunan. Terdapat papan yang menjelaskan telah dilindungi oleh Negara sebagai Benda Cagar Budaya.




Sumber :

3 Golongan Bangunan Cagar Budaya



Suatu bangunan konservasi atau cagar budaya memiliki aturan untuk melestarikannya mengacu pada kriteria yang telah ditentukan. Kegiatan pelestarian bangunan memiliki masalah yang berbeda-beda, dari masalah tersebut maka terbentuklah klasifikasi golongan yang dibagi menjadi 3 (tiga) golongan  berdasarkan Perda No. 9 Tahun 1999 Tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan dan Cagar Budaya, bangunan cagar budaya dari segi arsitektur maupun sejarahnya, sebagai berikut :
1.      Golongan A
·        Bangunan dilarang dibongkar dan atau diubah
·        Apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya.
·        Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus menggunakan bahan yang sama / sejenis atau memiliki karakter yang sama, dengan mempertahankan detail ornamen bangunan yang telah ada
·        Dalam upaya revitalisasi dimungkinkan adanya penyesuaian / perubahan fungsi sesuai rencana kota yang berlaku tanpa mengubah bentuk bangunan aslinya
·        Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama

2.      Golongan B
·        Bangunan dilarang dibongkar secara sengaja, dan apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya
·        Pemeliharan dan perawatan bangunan harus dilakukan tanpa mengubah pola tampak depan, atap, dan warna, serta dengan mempertahankan detail dan ornamen bangunan yang penting.
·        Dalam upaya rehabilitasi dan revitalisasi dimungkinkan adanya perubahan tata ruang dalam asalkan tidak mengubah struktur utama bangunan
·        Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama

3.      Golongan C


·        Perubahan bangunan dapat dilakukan dengan tetap mempertahankan pola tampak muka, arsitektur utama dan bentuk atap bangunan
·        Detail ornamen dan bahan bangunan disesuaikan dengan arsitektur bangunan disekitarnya dalam keserasian lingkungan
·        Penambahan Bangunan di dalam perpetakan atau persil hanya dapat dilakukan di belakang bangunan cagar budaya yang harus sesuai dengan arsitektur bangunan cagar budaya dalam keserasian lingkungan
·        Fungsi bangunan dapat diubah sesuai dengan rencana Kota


sumber :

Manfaat Konservasi dan Kriteria Melakukan Program Konservasi Arsitektur



Dengan adanya pelestarian arsitektur merupakan suatu upaya memelihara apa yang dimiliki suatu bangsa. Konservasi adalah bentuk penyelamatan suatu obyek  untuk mempertahankan kemerdekaan yang sudah diraih oleh suatu bangsa tersebut.   Konservasi memiliki sasaran mencakup monumen, bangunan atau benda bersejarah,dan lingkungan perkotaan yang memiliki nilai sejarah serta kelangkaan yang menjadi dasar untuk melakukan adanya konservasi. Program konservasi tidak hanya mempertahkan keasliannya dan perawatannnya, tetapi juga dimanfaatkan sebagai bangunan yang memiliki fungsi, sehingga bangunan tersebut dapat menghasilkan pendapatan atau keuntungan. Selain dilihat dari segi ekonomi, konservasi juga memiliki tujuan sebagai pendidikan, rekreasi dan inpirasi. Manfaat dari adanya konservasi sebagai memperkaya estetika secara visual bangunan, mewariskan sejarah arsitektur disuatu bangsa tersebut, dan juga sebagai aset komersial dalah kegiatan wisata.

Kriteria bangunan yang akan dikonservasi adalah sebagai berikut :
·       Nilai Sejarah
Terkait dengan peristiwa : perjuangan, ketokohan, politik, sosial, budaya yang menjadi simbol kesejarahan tingkat nasional/propinsi
·       Umur
Batas usia sekurang-kurangnya 50 tahun
·       Keaslian
Keutuhan, baik sarana dabn prasarana lingkungan maupun struktur, material, tapak lingkungan dan bangunan
·       Kelangkaan
Keberadaannya sebagai satu-satunya atau yang terlengkap dari jenisnya yang masih ada pada lingkungan lokal, nasional atau dunia
·       Landmark
Keberadaan sebuah bangunan tunggal monumen atau bentang alam yang dijadikan simbol dan wakil dari suatu lingkungan sehingga merupakan tanda atau tengeran lingkungan tersebut.
·       Arsitektur
Estetika dan rancangan yang menggambarkan suatu zaman dan gaya tertentu.





sumber :
http://kakaadid.blogspot.com/2011/04/konservasi-arsitektur.html