Kamis, 04 Juli 2019

BANGUNAN KOLONIAL DI KOTA TANGERANG Stasiun Kereta Api Tangerang


 

Stasiun secara administrasi terletak di desa Pasar Anyar, Kecamatan Tangerang, Provinsi Banten.Stasiun ini berbatasan dengan pertokoan dan parkiran di sebelah utara, pertokoan dan pemukiman di sebalah timur dan barat, dan pemukiman di sebelah selatan. Stasiun ini didirikan tepat saat diresmikannya jalur Duri-Tangerang yaitu pada 2 Januari 1889. Dahulu Badan Perkeretaapian Belanda membuka jalur Duri-Tangerang sepanjang 19 kilometer dan melewati delapan stasiun karena melihat besarnya peran Tangerang sebagai penghasil kerajinan dan tempat transit hasil perkebunan dari Serpong pada jamannya. Jalur Duri-Tangerang sempat ditutup antara tahun 1973 sampai 1975, dan dibuka kembali pada tahun 1976.

Terletak di Jalan Ki Asnawi, kecamatan Tangerang stasiun kereta api ini pernah terbakar pada tahun 2000. Ada 4 jalur yang ada di stasiun Tangerang dan 2 diantaranya masih asli sejak jaman dulu. Sejak tahun 1992 stasiun Tangerang ditetapkan sebaga cagar budaya oleh PT. Kereta Api Indonesia.

 Arsitek bangunan stasiun dan lintasannya dari Staatspoorwagen (SS).Stasiun Tangerang merupakan stasiun akhir kereta tidak ada lanjutan lintasan. Bangunan stasiun ini telah mengalami banyak perubahan termasuk dalam bentuk bangunan. Bagian yang telah dirubah terlihat pada peron, loket, kantor, dan toilet. Bangunan inti stasiun berdenah persegi panjang yang memanjang dari barat ke timur, bangunan tersebut yang banyak perubahan. Stasiun pernah mengalami kebakaran pada tahun 2000an di sisi timur. Selain bangunan, perubahan sangat tampak pada jumlah jalur kereta api yang semula berjumlah lima menjadi berjumlah dua jalur. Bagian yang masih tampak pada beberapa beberapa jendela, pintu dan kisi-kisi bangunan. Pada sebelah utara kantor tedapat papan yang menjelaskan telah dilindungi oleh Negara sebagai Benda Cagar Budaya, dikeluarkan oleh pusat pelestarian Benda dan bangunan PT KAI.

BANGUNAN KOLONIAL DI KOTA TANGERANG (Lembaga Permasyarakatan Pemuda II A )


Lembaga Permasyarakatan Pemuda II A terletak di Jalan Pemuda, Kelurahan Sukasari, Kota Tangerang, Provinsi Banten. Bangunan tersebut berbatasan dengan Jalan Pemuda di sebelah utara, jalan TMT di sebelah barat, Pemukiman Kamp.Buaran Indah dan Ladang di sebelah selatan dan timur. Bangunan tersebut berdiri pada tahun 1927-1942 pemerintahan Hindia Belanda digunakan sebagai pemenjaraan pemuda bangsa Belanda maupun pribumi (Jeugd Gevangenis).Selanjutnya tahun 1942 pemerintahan jepang menjadikan bangunan tersebut sebagai pelaksanaan pidana (Keimusho Shikubu). Pemerintah Belanda (Palang Merah NICA) tahun 1946-1948 digunakan sebagai tempat penampungan pengungsi Cina Pedalaman. Tahun 1948-1950 oleh pemerintah Indonesia dijadikan tempat untuk pelaksanaan pemenjaraan bagi pemuda.Selanjutnya dikelola oleh pemerintah Indonesia dengan fungsi yang berubah.Tahun 1950-1964 digunakan sebagai pelaksanaan pidana penjara untuk pemuda (Rumah Penjara Anak-anak). Sebutan berubah menjadi Lembaga Permasyarakatan Khusus Pemuda pada tahun 1964-1965. 

Kemudian tahun 1965-1979 digunakan sebagai tempat pemidanaan narapidana pemuda dan pusat Rehabilitasi Tahanan G 30S/PKI dengan sebutan Lembaga Permasyarakatan Khusus Pemuda. Pada tahun 1979-1984 digunakan sebagai tempat pelaksanaan permasyarakatan untuk pemuda (Lembaga Permasyarakatan Klas II A Pemuda Tangerang). Pada tahun 1984 hingga sekarang pelaksanaan permasyarakatan untuk pemuda termasuk juga sebutan  Lembaga Permasyarakatan Klas II A Pemuda Tangerang.

BANGUNAN KOLONIAL DI KOTA TANGERANG (Lembaga Pemasyarakatan Anak Wanita Tangerang)





Secara admisntratif Lembaga Permasyarakatan Anak Wanita terletak di jalan Daan Mogot No. 28 C, Kelurahan Tanah Tinggi, Kota Tangerang, Provinsi Banten.Batas bangunan tersebut sebelah utara dengan Jalan Daan Mogot, sebelah timur dengan Jalan Meteorologi, sebelah selatan dan barat berbatasan dengan jalan Kehakiman Raya. Tahun 1928 bangunan ini didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk pengasingan anak-anak Indo Belanda yang melakukan pelanggaran/kenakalan dan pengelolaannya oleh Yayasan LOG. Kemudian diserahkan kepada Yayasan Pro Yuventute pada tahun 1934. Penyerahan kepada pemerintahan Jepang pada tahun 1942 digunakan sebagai rumah tahanan perang terutama anak-anak dan wanita Belanda yang akan dikembalikan ke Negara Belanda. Selain itu tahun yang sama, pernah pula digunakan sebagai Sekolah Akademik Militer Tangerang yang terkenal salah satu pahlawannya, yaitu Daan Mogot. Pada tahun 1950 dikelola oleh yayasan Pro Yuwana.Selanjutnya pengelolaan diserahkan kepada pemerintah Indonesia di bawah Departemen Kehakiman Republik Indonesia sebagai Rumah Pendidikan Negara (1962).




Perubahan nama menjadi Lembaga Permasyarakatan Anak Wanita Tangerang tahun 1964. Setelah itu berubah nama tahun 1977 menjadi Lembaga Permasyarakatan Anak Negara Wanita Tangerang. Tahun 1985 berubah nama kembali menjadi Lembaga Permasyarakatan Klas II B Anak Wanita Tangerang (SK Kemeterian Kehakiman tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja LP. Bangunan Lembaga Permasyarakatan Anak Wanita berada di luas tanah 66.000    dan luas bangunan 39.560   . Pada luas tersebut terdapat 5 bangunan pavilion hunian tahanan, 1 bangunan blok sel, 1 bangunan gedung selatan terdapat lonceng yang tingginya kantor, ruang aula, mushola, dapur, tunker, dan sarana pendidikan. Kantor berda pada bagian depan bangunan dekat dengan pintu masuk utama. Bangunan ini keseluruhan dikelilingi oleh tembok dinding setinggi 5 m. bangunan kantor dan pavilion terlihat perbedaan bentuk. Pada bangunan kantor ukuran jendela dan pintu tidak besar seperti yang ada pada bangunan pavilion. Bagunan lainnya yaitu ruang aula yang berada di bagian timur LAPAS, berseberangan dengan bangunan kantor serta menara air berada di bagian tengah LAPAS. Pada bangunan LAPAS ini ada sebagian yang telah mengalami perubahan pada genteng karena mengalami krusakan dan bentuk genteng telah tidak diproduksi lagi di masa sekarang.

KENDALA MEMELIHARA BANGUNAN KONSERVASI

1.    Pemeliharaan Rutin
Pemeliharaan rutin adalah pemeliharaan yang dilaksanakan dengan interval waktu tertentu untuk mempertahankan gedung pada kondisi yang diinginkan/sesuai. (Chanter Barrie & Swallow Peter, 1996, h.119 ). Contohnya pengecatan dinding luar 2 tahunan, pengecatan interior 3 tahunan, pembersihan dinding luar dll. Jenis pekerjaan pemeliharaan rutin juga berupa perbaikan atau penggantian komponen yang rusak, baik akibat proses secara alami atau proses pemakaian.
Pada pemeliharaan rutin sangat penting untuk menentukan siklus pemeliharaan. Siklus pemeliharaan ditentukan berdasarkan data fisik gedung dan equipment yang cukup dalam bentuk dokumentasi, manual pemeliharaan maupun catatan pengalaman dalam pekerjaan pemeliharaan sebelumnya. Sehingga rencana program pemeliharaan, jenis pekerjaan dan anggaran dapat segera dibuat.
Kendala-kendala yang terdapat pada pemeliharaan rutin adalah :
·       Pemilik/owner
Seringkali para pemilik gedung tidak melaksanakan program pemeliharaan yang sudah dibuat, bahkan cenderung memperpanjang interval pemeliharaan dengan tujuan mengurangi beban biaya pemeliharaan agar keuntungan yang didapat lebih besar. Padahal dengan tertundanya jadwal pemeliharaan rutin akan mengakibatkan bertumpuknya kualitas kerusakan (multiplier effect ) yang akhirnya membutuhkan biaya perbaikan yang jauh lebih besar.
·       Kurangnya data dan pengetahuan
Seringkali pemeliharaan rutin tidak dapat dilakukan akibat kurangnya data baik manual, sejarah pemeliharaan maupun dokumentasi. Disamping itu juga kekurangan pengetahuan dari personil pengelola gedung baik tingkat manajerial maupun pelaksana mengakibatkan program pemeliharaan dan pelaksanaannya kurang optimal.
2.    Pemeliharaan Remedial
Pemeliharaan remedial adalah pemeliharaan perbaikan yang diakibatkan oleh:
Kegagalan teknis/manajemen bisa terjadi pada tahap konstruksi maupun tahap pengoperasian bangunan.
Kegagalan konstruksi dan desain, dalam hal ini faktor desain dan konstruksi berhubungan erat. Kesalahan dalam pemilihan bahan bangunan dan kesalahan dalam pelaksanaan atau pemasangan.
Kegagalan dalam pemeliharaan yang disebabkan oleh : Program pemeliharaan rutin yang dibuat tidak memadai, Program perbaikan yang tidak efektif, Inspeksi-Inspeksi yang tidak dilaksanakan dengan baik, dan Data-data pendukung pemeliharaan yang tidak mencukupi.

Prinsip-Prinsip Konservasi Menurut Burra Charter

Prinsip-Prinsip Konservasi Menurut Burra Charter 
·       Tujuan akhir konservasi adalah untuk mempertahankan ‘cultural significance’  (nilai-nilai estetik, sejarah, ilmu pengetahuan dan sosial ) sebuah ‘place’ dan harus mencakup faktor pengamanan, pemeliharaan dan nasibnya di masa mendatang. 
·       Konservasi didasarkan pada rasa penghargaan terhadap kondisi awal material fisik dan sebaiknya dengan intervensi sesedikit mungkin. Penelusuran penambahan-penambahan, perbaikan serta perlakuan sebelumnya terhadap material fisik sebuah ‘place’ merupakan bukti-bukti sejarah dan penggunaannya. .
·       Konservasi sebaiknya melibatkan semua disiplin ilmu yang dapat memberikan kontribusi terhadap studi dan penyelamatan ‘place’. 
·        Konservasi sebuah ‘place’ harus mempertimbangkan seluruh aspek „cultural significance’nya tanpa mengutamakan pada salah satu aspeknya.  5
·       Konservasi harus dilakukan dengan melalui penyelidikan yang seksama yang diakhiri dengan laporan yang memuat ‘statement of cultural significance‟, yang merupakan prasyarat yang penting untuk menetapkan kebijakan konservasi. 
·       Kebijakan konservasi akan menentukan kegunaan apa yang paling tepat. 
·       Konservasi membutuhkan pemeliharaan yang layak terhadap ‘visual setting’, misalnya: bentuk, skala, warna, tekstur dan material. Pembangunan, peruntukan, maupun perubahan baru yang merusak ‘setting’, tidak diperbolehkan. Pembangunan baru, termasuk penyisipan dan penambahan bisa diterima, dengan syarat tidak mengurangi atau merusak ‘cultural significance place’ tersebut. 
·       Sebuah bangunan atau sebuah karya sebaiknya dibiarkan di lokasi bersejarahnya. Pemindahan seluruh maupun sebagian bangunan atau sebuah karya, tidak dapat diterima kecuali hal ini merupakan satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk menyelamatkannya.  9. Pemindahan isi yang membentuk bagian dari ‘cultural significance‟ sebuah ‘place‟ tidak dapat diterima, kecuali hal ini merupakan satusatunya cara yang meyakinkan keselamatannya dan preservasinya

Kebijakan Konservasi


 Tujuan Konservasi

·      Mengembalikan wajah dari objek pelestarian memanfaatkan objek pelestarian untuk menunjang kehidupan masa kini

·      Mengarahkan perkembangan masa kini yang di selaraskan dengan perencanaan masa lalu tercermin dalam objek pelestarian

·      Menampilkan sejarah pertumbuhan kota, dalam wujud fisik 3 dimensi.



Prinsip Dan Dasar Kebijakan Konservasi



·       Prinsip Konservasi

·      Tidak mengubah bukti sejarah

·      Menangkap kembbali makna dari suatu tempat atau bangunan.

·      Suatu bangunan atau hasil karya bersejarah harus tetap berada pada lokasi historisnya.

·      Menjaga terpeliharanya latar visual yang cocok seperti bentuk skala, warna, tekstur, serta bahan materialnya.



·       Dasar Kebijakan Konservasi

UU RI No. 5/1992

Ketentuan umum mengenai Benda Cagar Budaya, Situs dan Lingkungan Cagar Budaya

Tujuan pelestarian :   melindungi dan memanfaatkan benda cagar budaya untuk memajukan kebudayaan nasional Indonesia

Berdasar Perda No. 9 Tahun 1999 Tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan dan Cagar Budaya, Pelestarian lingkungan cagar budaya dibagi dalam 3 (tiga) golongan, yaitu :

·      Lingkungan cagar budaya gol 1

·      Lingkungan cagar budaya gol 2

·      Lingkungan cagar budaya gol 3

ARAHAN PELESTARIAN SUATU KAWASAN



1. Arahan pelestarian kawasan

Arahan pelestarian kawasan ditujukan untuk mempertahankan kondisi fisik, ciri khas dan karakter kawasan sebagai kawasan peninggalan sejarah Kolonial  adalah :

Penyusunan pedoman desain untuk mengendalikan kemungkinan terjadinya pendirian bangunan baru dengan desain dan konstruksi yang dinilai tidak selaras dengan bangunan kuno di sekitarnya. Bagi bangunan baru diarahkan agar selaras dengan bangunan kuno di sekitarnya, dengan menyesuaikan ornamen dan bentuk atap mengikuti gaya arsitektur Kolonial.

Perlindungan kawasan bersejarah melalui pemberian batasan dan penetapan zona-zona pelestarian khusus. Adanya aturan zonasi ini melindungi kawasan terhadap kemungkinan terjadinya perubahan fungsi serta pembatasan terhadap pendirian bangunan baru yang tidak sesuai dengan aturan.

Pelaksanaan hukum dan peraturan pelestarian secara tegas dan adil, pelaksanaan pemberian sanksi bagi yang melanggar, pemberian sanksi yang tegas dan adil diharapkan mampu mengendalikan perubahan kawasan bersejarah.

Memberikan insentif berupa keringanan retribusi dan bantuan dana perawatan bangunan, penghargaan bagi masyarakat yang telah berperan aktif dalam kegiatan pelestarian kawasan bersejarah.

Memberikan penyuluhan kepada masyarakat baik pemilik bangunan bersejarah maupun non bersejarah mengenai pentingnya pelestarian kawasan bersejarah, diharapkan melalui penyuluhan ini dapat mengubah cara pandang masyarakat yang semula memandang negatif terhadap pelestarian kawasan.

Pemerintah bekerja sama dengan masyarakat dalam melakukan kegiatan pelestarian serta hal – hal lain yang berhubungan dengan perlindungan kawasan dan bangunan bersejarah

Pembersihan dan Pengerukan limbah kali disekitar kawasan yang menyebabkan pencemaran udara dan pencemaran saluran air, sehingga fungsi saluran air kembali normal

Melakukan sosialisasi pada masyarakat sekitar agar tidak membuang limbah ke saluran air sekitar kawasan.

2. Arahan pelestarian bangunan

Berdasarkan pertimbangan faktor penyebab perubahan fisik bangunan bersejarah. Adapun arahan pelestarian bangunan bersejarah adalah sebagai berikut:

Penyusunan pedoman tata cara pemeliharaan bangunan kuno-bersejarah termasuk memuat bagian-bagian bangunan yang harus dipertahankan keasliannya. Hal ini bertujuan agar setiap bangunan bersejarah memiliki perlindungan yang jelas, sah dan mengikat sehingga apabila terjadi pergantian kepemilikan bangunan, perubahan fisik bangunan oleh pemilik baru dapat dicegah. Juga dengan pemberian sanksi yang tegas kepada pemilik bangunan yang melakukan perubahan pada bangunan bersejarah.

Memberikan informasi yang jelas mengenai pentingnya pelestarian bangunan bersejarah secara rutin kepada masyarakat melalui publikasi atau penyuluhan dan mengajak pemilik bangunan untuk ikut berperan aktif dalam pelestarian bangunan bersejarah di Kawasan.

Pemberian insentif kepada pemilik bangunan yang telah berperan serta dalam menjaga kelestarian fisik bangunan dan kawasan, melalui pemberian bantuan dana perawatan bangunan, subsidi atau pemberian keringanan retribusi.a. Pemberian penghargaan dari pemerintah kepada pemilik bangunan atau masyarakat yang telah berperan aktif dalam pelestarian bangunan bersejarah, penghargaan dapat berupa piagam, publikasi, subsidi untuk pemeliharaan bangunan.

Membuat acara – acara bulanan atau tahunan yang berskala nasional untuk promosi kawasan.

Pemerintah dapat mengambil alih kepemilikan serta pengelolaan bangunan kuno yang terbengkalai atau pemilik tidak mampu lagi melakukan perawatan.